Nama Kitab
Kitab yang masyhur di kalangan kaum muslimin dibanyak tempat menjadi kitab adat masyarakat, dianjurlkan untuk dibaca, bahkan didakwahkan (disebar luaskan) dan tidak segan-segan diperjuangkan dihadapan orang yang menentangnya.
Kitab yang hadir menyertai acara-acara sebagian kaum muslimin, seperti acara khitanan (sunnatan), acara ‘aqiqah (potong/gunting rambut bayi), acara pengajian malam jum’at (majlis taklim), naik rumah baru, bahkan perkawinan dan acara-acara lainnya, bahkan disebagian tempat, orang yang sedang pergi haji tidak lupa mewasiatkan keluaraga yang ditinggalkan untuk selalu mendo’akannya dengan cara mengadakan pembacaan terhadap kitab tersebut beserta Surat Yasin/ Yasin Fadhilah.
Kitab yang kami maksudkan adalah “Al-Barzanjy” (Barzanjy/Barjanji, atau “Barasanji”dalam bahasa Bugis Makassar).
Kitab ini oleh sebagian orang seakan memiliki kemualiaan, pahala bagi yang membacanya, bahkan dapat memberikan keselamatan dan kebahagiaan dunia serta menolak marabahaya/ bencana bagi pengamalnya.
Sebenarnya nama “Kitab Barzanjy” itu secara khusus tidak ada, dia hanya merupakan satu-dua bagian dari kitab yang bernama مجموعة موالد وأدعية (Majmuu’ah Mawaalid Wa-Ad’iyah), yang berarti “Kumpulan Maulid dan Do’a-do’a”.
Kitab Majmu’ah ini banyak diterbitkan diantaranya oleh Maktabah Sa’ad bin Naashir bin Nabhaan wa Aulaadih”, tanpa menyebutkan Nama pengarang yanbg sebenarnya, tempat terbit, tahun dan cetakan ke-berapa.
Sebagian isi kitab ini telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. Sekali lagi menunjukkan betapa perhatian yang diberikan terhadap kitab ini.
Pengarangnya
Seperti yang telah kami kemukakan diatas bahwa penerbit yang mencetak Kitab tersebut tidak mencantumkan nama pengarang asli, sehinga kami tidak berani mengatakan siapa pengarang yang sebenarnya sebab tidak diketahui secara pasti.
Namun kitab ini dikenal dengan Nama “Kitab Barzanjy”.
Hal ini mungkin disebabkab karena didalam salah satu pembahasan kitab ini – yakni pada akhir pembahasan judul ” مولد البرزجى نثرا” (Maulidul Bazranji Natsra) – , terdapat penyebutan nama seorang pengarang yang bernama (disebut) Sayyidina Ja’far Al-Barzanjy (yang berasal dari daerah Barzanj), sebagaimana disebutkan:
واغفر لناسج هذه البرود المحبرة المولدية ☼ سيدنا جعفر من الى البرزنجي نسبته ومنتماه ☼
Yang artinya: “Dan ampunilah penyusun Al-Buruud Al-Muhabbarah Al-Maulidiyyah ini ☼ Sayyidina Ja’far yang bernisbat kepada Barzanj, daerah dimana dia berasal dan dibesarkan ☼
Hanya saja pembaca dapat memastikan nama penyusun beberapa judul dalam kitab Majmu’ah tersebut setelah kami paparkan secara garis besar judul-judul pembahasan dalam kitab itu beserta penyusunnya masing-masing.
Judul-judul pembahasan kitab Majmuu’ah tersebut adalah sebagai berikut:
Dari Judul-judul tersebut kita ketahui beberapa pengarang materi-materi dalam kitab Majmu’ah (Barzanjy) tersebut, mereka adalah:
Sedangkan nama asli penyusun Kitab Majmu’ah ini tidak disebut, baik diawal Kitab maupun diakhirnya. Wallahu a’lam.
*****
Kitab Majmu’ah Mawalid wa Ad’iyyah (Barzanjy, Barjanji, Barasanji) secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
أللهم يحرمة هذا النبي الكريم وآله وأصحابه….☼ اجعلنا من خير أمته.
“Ya Allah dengan “kehormatan” Nabi yang mulia ini dan (ehormatan) keluarga dan para shahabatnya… ☼
jadikanlah termasuk dalam ummatnya yang terbaik”.
ونتوسل اليك بشرف الذات المحمدية.
“Dan kami bertawassul kepadamu dengan “kemuliaan dzat yang memiliki sifat-sifat Muhammad”.
يا ربنا يالمصطفى العدناني ☼ اغفر ذنوبى ثم أصلح لي شأني.
“Wahai Rab kami, dengan “Al-Mushtafa al-’Adnany” (manusia pilihan ini, yakni Muhammad, pent.) ☼ ampunilah dosaku, kemudian perbaikilah urusanku.
أللهم انا نسألك بجاه هذه النبي المصطفى ☼ وأله أهل الصدق والوفاء ☼ كن لنا معينا و مسعفا .
“Ya Allah sesungguhnya kami memohon kepadamu dengan “Jah” (kewibawaan) Nabi pilihan ini ☼ dan keluarganya, yang jujur dan memenuhi (janji) ☼ jadilah Engkau penolong dan…
با الهي بحقه ☼ دمر البغي والفساد .
……….. ☼ جد بلطفك يا جواد.
……….. ☼ حصل القصد والمراد.
“Wahai Ilah-ku, dengan “hak” beliau ☼ hancurkanlah tirani dan kerusakan.
“Wahai Ilah-ku, dengan “hak” beliau ☼………….. dengan Kelembutan-Mu, wahai Sang Yang Dermawan.
“Wahai Ilah-ku, dengan “hak” beliau ☼ tercapailah maksud dan tujuan.
Bantahan: (I):
Sikap sebagian kaum yang mengaku muslim terhadap Kitab Barzanjy, sebagaimana yang kami kemukakan diatas dimana mereka seakan meyakini akan keberkahan kitab Barzanji, merupakan keyakinan sesat dan menyimpang, sedangkan keyakinan bahwa kitab tersebut memiliki pahala bagi yang membacanya bahkan dap mendatangkan manfaat serta menolak mudharat, merupakan keyakinan syirik yang pelakunya bisa menjadi kafir batal keislamannya. Sebab kitab tersebut bukanlah sabda Nabi apalagi firman Allah, dia hanyalah merupakan karangan dan buatan beberapa orang diantara manusia yang nampak dari perbuatan mereka bahwa mereka adalah orang yang jahil terhadap agama tauhid ini, serta menunjukkan ciri-ciri Kuburiyyun (para penyembah kuburan). Semoga tidak demikian. Hal tersebut dapat pembaca ketahui dari penjelasan serta bantahan-bantahan berikut nanti, insya Allah.
Satu-satunya kitab yang membacanya merupakan ibadah dan ada pahalanya adalah Al-Qur’an. Bahkan hadits nabi tidak tidak memiliki pahala bagi yang membaca setiap hurufnya.
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ .
Artinya: “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Qur’an), maka baginya satu kebaikan, satu kebaikan itu dikali sepuluh. Aku tidak mengatakan “Aliif Laam Miim” itu satu huruf, akantetapi “Alif” satu huruf, “Laam” satu huruf dan “Miim” itu satu huruf”. (HHSR. Tirmidzy: 2835, dari Ibnu Mas’ud, Ad-Darimy, Ibnu Abi Syaibah, Thabrany dan Baihaqy. Lihat, Syarah Jaami’ut Tirmidzy, Kitab Fadha’ilil Qur’an ‘Anin Nabiyyi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, oleh Al-Imam Abdur Rahim bin Abdur Rahman Al-Mubarakfury, Tafsir Ibnu Katsir 1/ 9 pada Muqaddimah, cet; ke : 3, 1418/1998, Maktabah Daarul Fiihaa’ dishahihkan oleh Al-Albany dlam shahih sunan Tirmidzy, lihat Alwajiz Fi Aqidatis Salafis Shalih oleh Abdullah Al-Atsary, h. 68).
Kewajiban kita hanyalah beriman kepada kitabullah Al-Qur’an, mengamalkannya bersam As-Sunnah, sebab inilah yang diperintahkan kepada kita oleh Nabi kita صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, sehingga kita akan selalu berada diatas jalan yang lurus dan tidak melenceng kepada jalan yang sesat.
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda:
إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ .
Artinya: Sesungguhnya Allah mengangkat (memuliakan) beberapa kaum dengan Al-Qur’an dan dengannya Allah menghinakan (kaum) yang lainnya”. (HSR. Muslim: 1335, kitab Shalatul Musafirin wa Qashruha, dari Umar).
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ.
Artinya: Telah kutinggalkan bag kalian dua perkara. Kalian tidak akan pernah tersesat selama berpegang teguh dengan kerduanyam, kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah (Hadits) Nabi-Nya”. (HR. Malik: 11395, Kitabul Jami’, dari Anas. Dan diriwayatkan oleh Al-Hakim, dinyatakan Shahih oleh Albany dalam “Misykah”. Lihat Alwajiz. h. 145).
Dan Al-Qur’an adalah kitab yang diberkahi oleh Allah. Allah berfirman:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا ءَايَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ(29)
Artinya: “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”.(QS. 38/ Shad: 29).
Sikap mereka itu juga sangat berbahaya, sebab seakan-akan mereka mengingkari kebenaran Al-Qur’an, padahal jangankan menginmgkarinya, mengingkari sebagian saja daripadanya mengakiibatkan kekafiran. QS. 2: 85:
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ(85)
Artinya: “Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”. (QS. 2: 85).
Jika anda memperhatikan Setiap kisah dalam kitab tersebut, maka hampir tidak anda dapatkan penyeputan sanadny sama sekali, sehingga tanpa disadari oleh paca pembacanya ternyata kitab tersebut memuat kisah-kisah isra’iliyyat yang tidaka dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, bahkan memuat riwayat-riwayat lemah, palsu dan dusta atas Nabi.
Hal ini juga merupakan kesesatan sebab terkena ancaman menempati tempat dineraka.
Nabi bersabda:
خ: 1209: عَنْ الْمُغِيرَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ .
Artinya: “Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta atas orang lain (selainku). Barangsiapa berdusta atas namaku, maka hendaklah dia bersiap-siap menempati tempatnya di Neraka”. (HSR. Bukhry: 1209, Kitabul Jana-iz, dari Al-Mughirah. Hadits ini diriwayatkan hampir oleh seluruh para perawy hadits yang termasuk dalam Kutut Tis’ah, mencapai tingkatan Mutrawatir Lafzhy dan maknawy).
Dalam Riwayat yang lain,beliau صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda:
اتَّقُوا الْحَدِيثَ عَنِّي إِلَّا مَا عَلِمْتُمْ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ.
Artinya: “Dari Ibnu Abbas: Hati-hatilah kalian meriwayatkan hadits dariku, (janganlah kalian meriwayatkan dariku) melainkan yang telah kalian ketahui bahwa ia adalah haditsku. Barangsiapa berdusta atas namaku, maka hendaklah dia bersiap-siap menempati tempatnya di Neraka”. ( HHR. Tirmidzy: 2875, Kitab Tafsirul Qur’an ‘An Rasulillah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dari Ibnu Abbas. Lihat Tuhfatul Ahwadzy, dan Ahmad).
Sebenarnya meriwayatkan kisah-kisah Israiliyyah itu tidak mengapa selama riwayatnya sesuai dengan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits yang shahih (kuat/benar dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), sebagaimana pendapat yang dinukil oleh Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bary, dan beliau mendiamkannya.
Beliau juga menukil perkataan Imam Malik, kata Imam Malik:
المراد جواز التحدث عنهم بما كان من أمر حسن , أما ما علم كذبه فلا .
“Maksud (hadits tersebut) adalah boleh menriwayatkan hadits (riwayat) mereka dari perkara yang baik-baik, adapun jika diketahui kebohongannya, maka tidak diperbolehkan”.
Imam As-Syafi’iy berkata:
من المعلوم أن النبي صلى الله عليه وسلم لا يجيز التحدث بالكذب , فالمعنى حدثوا عن بني إسرائيل بما لا تعلمون كذبه , وأما ما تجوزونه فلا حرج عليكم في التحدث به عنهم وهو نظير قوله : ” إذا حدثكم أهل الكتاب فلا تصدقوهم ولا تكذبوهم ” ولم يرد الإذن ولا المنع من التحدث بما يقطع بصدقه .
“Sebagaimana dimaklumi bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَtidak mem mblehkan berbicara dengan dusta, sehinga makna (hadits tersebut) adalah: ” Riwayatkanlah dan Bani Israil, selama kalian tidak mengetatahui kedustaannya…, ini sama debngan sabda beliau: “Jika orang Ahlul Kitab (Yahudi/ Nasrani) meriwayatkan sesuatu, maka janganlah kalian benarkan mereka, jangan pulan kalian dustakan mereka”.
Kata Ibnu Hajar:
وقد اتفق العلماء على تغليظ الكذب على رسول الله صلى الله عليه وسلم وأنه من الكبائر , حتى بالغ الشيخ أبو محمد الجويني فحكم بكفر من وقع منه ذلك , وكلام القاضي أبي بكر بن العربي يميل إليه .
“Telah sepakat ulama, bahwa berdusta atas nama Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ itu berat, termasuk diantara dosa-dosa besar, bahkan Syekh Abu Muhammad Al-Juwainy berlebihan, sehingga mengatakan bahwa pelakunya dianggap kafir. Sedangkan perkataan Al-Qadhi Abu Bakar ibnul Araby juga cenderung kepadanya”.
Kemudian beliau mengatakan:
وجهل من قال من الكرامية وبعض المتزهدة إن الكذب على النبي صلى الله عليه وسلم يجوز فيما يتعلق بتقوية أمر الدين وطريقة أهل السنة والترغيب والترهيب , واعتلوا بأن الوعيد ورد في حق من كذب عليه لا في الكذب له , وهو اعتلال باطل لأن المراد بالوعيد من نقل عنه الكذب سواء كان له أو عليه , والدين بحمد الله كامل غير محتاج إلى تقويته بالكذب .
“Dan bodoh sebagian dari Karamiyyah dan sebagian Mutazahhidah, dimana mereka mengatakan: Sesungguhnya berdusta atas nama Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dibolehkan jika dengan maksud untuk memperkuat urusan agama dan memperkuat jalannya Ahlus Sunnah, serta untuk memberikan targhib dan menbytarhib, merka beralasan (mengenggap) bahwa yang diancam hanyalah orbga yang berdusta atasb nama beliasu, bukan berdusta untuk (menolong) beliau. Ini merupakan alasan yang bathil, sebab yang dimaksud dengan ancaman tersebut adalah orng yang menukil dari beliau suatu kedustaan, baik itu dengan untuk (membela) beliau maupun sebagai (kedustaan) atas beliau. Dan agama ini – walhamdu lilah – sudah sempurna, tidak membutuhkan penguat baginya deangan sesduatu yang dusta”. Selesai perkataan Ibnu Hajar.
Mengenai pujian dan sanjungan secara berlebihan atau melampaui batas, perkara ini dilarang. Perkara ini dalam agama disebut dengan “Ghuluw” dan “Itthiraa’”.
Allah berfirman: 4:171:
يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ.
Artinya: “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu,… (QS. An-Nisa’: 171).
Berkata Syekh Shalih Fauzan mengenai makna “laa taghluuw”: yakni; latajaawazul hadd” (jangan melampaui batas”. Sedangkan “Al-Itthiraa’” : berlebihan dalam memuji serta berdusta didalamnya. Itthira’” terahadap beliau adalah menambah-nambah (bebrlebihan) dalam memuji beliau. Sungguh beliau telah melarang ha; tersebut d enga sabdanya:
خ: 3189: لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ.
Artinya: “Janganlah kalian terlalu berlebihan (dalammemujiku), sebagaimana orang Nashrany memuji putera Maryam (Nabi ‘Isa). Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah (Muhammads) hamba Allah dan Rasul-Nya”. (Muttafaq Alaih).
Suatu ketika sebagian shahabat mengatakan:d: 4172:
عَنْ مُطَرِّفٍ قَالَ قَالَ أَبِي انْطَلَقْتُ فِي وَفْدِ بَنِي عَامِرٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا أَنْتَ سَيِّدُنَا فَقَالَ السَّيِّدُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قُلْنَا وَأَفْضَلُنَا فَضْلًا وَأَعْظَمُنَا طَوْلًا فَقَالَ قُولُوا بِقَوْلِكُمْ أَوْ بَعْضِ قَوْلِكُمْ وَلَا يَسْتَجْرِيَنَّكُمْ الشَّيْطَانُ.
Artinya: Dari Mutharrif, ayahku (Abdulah bin Syihhkir): aku pernah ikut sebagai utusan Bani ‘Amir menghadap rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Kami berkata (kepada beliau): ”Engkau adalah Sayyidina (Tuan, penghulu kami). Beliau berkata : “As-Sayyid (yang hakiki, sebenarnya) itu Allah Tabaraka wata’ala”. Kami katakan: Dan kamu adalah orang yang paling utama diantara kami dan paling besar pemberiannya kepada para kekasih dan paling kuat terhadap musuh. Beliau mengatakan: “Ucapkanlah semua ucapan kalian atau (cukupkanlah) dengan sebagian dari ucapan kalian (tanpa berlebihan), janganlah kalian diberanikan oleh syetan berbicara yang tidak diperbolehkan”. (HR. Abu dawud: 4172, Aunul Ma’bud, Kitabul Adab. As-Sanady berkata: hadits Abdullah Ibnu s Syihkhir, sanadnya shahih, dan diriwayatkan pula oleh Ahmad dalam Musnadnya. Syekh Shalih Fauzan berkata: Riwayat Abu dawud dengan sanad jayyid, bagus, lihat Aqidatuttauhid. H. 151).
Berkata Ibnul Qayyim: Dalam An-Nihayah dikatakan: Makna (hadits tersebut adalah: jangan kalian dikalahkan oleh syaithan senhingga dia menjadikan kalian sebagai utusan atau wakil. Yang denmikian itu (beliau) katakan ), sebab mereka memuji beliau lalu beliau membenci sifat berleb9han mereka dalam memuji, sehingga beliau melarang mereka untuk melakukannya. Dan maksudnya: berbicaralah kalian denagb perkataan yang biasa saja dan jangan memberat-beratkan diri sehingga kalian laksana wakil-wakil syetan dan utusannya dumana kalian berbicara dengan lisannya.Demikianlah disebutkan dalam Al-Mirqaah.
Berkata As-Suyuthy, berkata Al-Khatthaby: … dan perkataan beliau:
قال السيوطي قال الخطابي : وقوله قولوا بقولكم أي قولوا بقول أهل دينكم وملتكم وادعوني نبيا ورسولا كما سماني الله تعالى في كتابه ولا تسموني سيدا كما تسمون رؤساءكم وعظماءكم , ولا تجعلوني مثلهم فإني لست كأحدهم إذ كانوا ليسو دونكم في أسباب الدنيا وأنا أسودكم بالنبوة والرسالة فسموني نبيا ورسولا .
; maksudnya adalah: berkatalah kalian dengan perkataan ahli din dan millah (agama) kalian, dan panggillah aku sebagai seorang Nabi dan Rasul, sebagaimana Allah menamakan aku dalam Kitab-Nya, dan janganlah kalian menamakan aku dengan “sayyid”, sebagaimana kalian namakan pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kalian dan janganlah kalian mernjadikan aku sepertimmereka, sebab aku tidaklah seperti salah seorang diantara mereka , dimana mereka bukanlah orang yang berbeda dengan kalian dalam asbab dunia, sedangkan aku adalah orang yang paling sayyid diantara kalian dengan kenabian dan risalah (kerasulan), maka namakanlah aku “Nabi dan Rasul”.
Maksud kata: “ أو بعض قولكم ” (sebagian perkataan kalian); tinggalkan lah kata-kata “sayyid”, dan gunakalah kata” nabi” dan “Rasul”.
Maksud kata: ” لا يستجرينكم الشيطان “,(jangan kalian dijadikan oleh syaithan sebagai wakil). Selesai perkataan As-Suyuthy.
Berkata As-Sanady: Maknanya adalah: janganlah kalian diperalat oleh syaithan dalam apa yang dia inginkan berupa penghoramatan bagi makhluk dalam ukuran yang tiada dibolehkan. Selesai.
Hadits Abdullah ibnus Syihkhir isnadnya shahih, dikeluarkan juga oleh Ahmad dalam Musnad beliau. (‘Aunul Ma’bud, syarah hadits ke: 4172).
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا مُحَمَّدُ يَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا وَخَيْرَنَا وَابْنَ خَيْرِنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ بِتَقْوَاكُمْ وَلَا يَسْتَهْوِيَنَّكُمْ الشَّيْطَانُ أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَاللَّهِ مَا أُحِبُّ أَنْ تَرْفَعُونِي فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِي أَنْزَلَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ.
Dari Anas bin Malik: ada seorang laki-laki berkata : “Wahai Muhammad, wahai sayyidina (penghulu kami) dan anak dari penghulu kami, wahai orang terbaik kami dan anak orang terbaik kami”, maka Rasulullah bersabda: “Wahai manusia peliharalah ketakwaan kalian, jangan kalian di hinakan oleh syetan., aku ini Muhammad bin Abdullah, (aku) adalah seorang hamba Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah aku tidak suka kalian mengangkatku diatas derajat ku yang telah Allah tetapkan bagiku”. (HR. Ahmad 12093).(h.151, Aqidatut Tauhid).
مرحبا يا مرحبا يا مرحابا ☼ مرحبا جد الحسين مرحبا.
يانبي سلام عليك….. ☼
أشرق البدر علينا ☼
“Selamat datang, selamat datang, selamat datang Selamat datang wahai Kakeknya Husain, selamat datang.
“Wahai nabi salam atasmu…..
“Telah terbit bulan purnama atas kami”.
Bantahan: (II):
Ucapan selamat seperti ini hanya disebutkan ketika menyambut seseorang yang baru datang yang hadir dengan jasad dan rohnya (yang masih hidup) dan merupakan suatu kejahilan jika ada orang yang menyambut seseorang yang diayanini telah mati. Sebaliknya jika ada oranbg yang meyakini bahwa beliau tidak mati, maka orang tersebut adalah orangbyang dungu, sebab kematian beliau teklah ditegaskan oleh Al-Quran : “Tidaklah Muhammad itu melainkan hanya sebagai seo rang rasul,. Apakah jika dia mati atau terbunuh, kalian akan berpaling kebelakang? Dst.
Ketika Nabi wafat ada sebagian shahabat , bahkan Umar tidak mempercayai beritanya, namun kemudian Abu Bakar membaca ayat ini sehingga Umar dan shabat lainnyapun terasadar sdan menerimanya. Mereka yakin setelah itu bahwa Nabui pasti akan menjumpai kematian sebagaimana manusia dan Nabi-nabi yang lain. Para sahahabat setelah kematian belaiu ti ka pernah mengcapkan kata –kata sambutan kepada beliau sebagaimana ketika beliau masih hidup, bahkan do’a tasyahhud yang berbunya: “Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullah wabarakatuh”. (keselamatan atasmu(wahai Nabi) serta rahmat dan berkah selaluiAllah curahkan kepadamu”. Kata “Assalaamu ‘alaika”, diganti dengan “As-salaamu ‘alan nabiyyi” (keselamatan atas Nabi), dengan tidak menggunakan nada /kata seruan kepada beliau. Hal ini sebagaimana terdapat dalam sebuah riwayat dalam Shahih Bukhary dan Ahmad:
أَبُو مَعْمَرٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَفِّي بَيْنَ كَفَّيْهِ التَّشَهُّدَ كَمَا يُعَلِّمُنِي السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَهُوَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْنَا فَلَمَّا قُبِضَ قُلْنَا السَّلَامُ يَعْنِي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Aretinya: “Abu Ma’mar berkata: aku mendengar Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah mengajari aku tasyahhud, sedangkan telapak tanganku berada diantara kedua telapak tangan beliau, sebagaimana beliau mengajakan kepadaku satu surat dari al-Qur’an: “Attahiyyaatu lillaahi….dst…assalamu ‘alaika ayyuhan Nabiyyu dst,… Artinya: Keselamatan atasmu wahai Nabi dst….(dan lafazh tersebut kami baca) ketika beliau masih hidup bersama kami, tatkala beliau telah menginggl dunia, maka kami mengucapkan: “assalamu, yakni ‘alan Nabiyyi”. (HR. Bukhary: 5794, Ahmad: 3739).
Fath: hadits: 788 :
Berkata Ibnu Hajar: Adapuin tambahan ini, maka nampaknya mereka (para sahabat)n dahulu mengucapkan (dalam tahiyyat): As-salaamu ‘alaika ayyhan Nabiyyu”, dengan menggunankan huruf kaf khithab (yang menunjukkan orang yang diajak bicara langsunmg), ketika nabi masih hidup. Tatkala beliau meninggal dunia merekapun meninggalkan khithab dan mengganytinya dengan l;afazh ghaibah, sehingga menjadi: “Assalaamu ‘alan Nabi”.
Kata beliau: Ditakhrij hadits ini juga oleh Abu Bakar bin Abi syaibah dalam Musnadnya dan Mushannafnya dari Abu Nu’aim, gurunya Imam Bukhary, dikatakan pada akhir riwayat: ” فلما قبض صلى الله عليه وسلم قلنا السلام على النبي “ ”Maka taytkala Nabi meninggal, kami mengucapkannya (dengan lafazh) “Assalaamu ‘alannNabiyyi”.Juga ditakhrij oleh Al-Isma’ily dan aabu Nu’aim dari jalan Abu Bakar.
Juga diriwatkan oleh Abu ‘Uwanah dalam shahihnya, Assiraj, Al-hauzaqy, Abu Nu’aim Al-Ashbahany dan Baihaqy, dari jalan berragam, sampai kepada Abu Nu’aim, guru dari Imam Bukhary dengan lafazh: “ ” فلما قبض قلنا السلام على النبي “, tanpa ada tambahan kata “yakni”.
قال عبد الرزاق : ” أخبرنا ابن جريج أخبرني عطاء أن الصحابة كانوا يقولون والنبي صلى الله عليه وسلم حي : السلام عليك أيها النبي , فلما مات قالوا : السلام على النبي ” وهذا إسناد صحيح .
Riwayat mengenai iini dari para shahabat shahih,Berkata Abdur Razzaq: Telah mengabarkan kepada kami Juraij, telah mengabarkan kepadaku ‘Atha’, bahwasanya para shahabat dahulu sering mengucapkan ketika Nabi masih hidup: السلام عليك أيها النبي , maka tatkala beliau meninggal dunia, mereka (menggantinya dengan ucapan): السلام على النبي. Kata Ibnu Hajar: Ini adalah isnad yang shahih.
- Sanjungan mengandung kesyirikan:
أنت نور فوق نور ☼
“Engkau (wahai Muhammad) adalah nur (cahaya) diatas (segala) nur (cahaya).
Bantahan: (III):
Jika kita perhatikan dengan cermat, maka akan kita dapatkan dalam kalimat sanjungan tersebut kata “‘alaa” ynag berarti “diatas”. Perlu ita ketahui bersama bahwa dalam bahasa Arab, kata yang mengandung arti “diatas”, ada dua kata, yang pertama adalah kata “alaa”, dan yang kedua adalah kata “fauqo”, sama-sama berarti “diatas”. Hanya saja perlu kita maklumi perbedaan makna ynag dikandung oleh kedua kata tersebut, yakni bahwa: Makan yang terkandung lam kata “alaa” berti diatas yang bersentuhan langsung. Misalnya kita mengatakan: Al-Kitaabu ‘alal maktab” (buku itu diaatas meja. Artinya, buku tersebut langsung berada diatas meja tan pa ada jarak. Lain halnya dengan maknma yang terkandung pada kata : “fauqo’, yakni mengandung makna antara benda yang dibawah dengan yang diatas ada jaraknya. Misalkan kita menyebut: Alkitaabu fauqol Aerdhi”. Antara Kitab dan tanah ada jarak,m sehingga kitab tiodak langsung berada diatas tanah.
Sanjungan yang seperti ini kiata katakan sebagai salah satu bentuk kesyirikan sebab dia bermakna: Engkau adalah cahaya diatas segala cahaya, sebab menggunakan kata “fauqo’”, padahal Allah ketika menshifati nur *(cahayanya Dia berfirman: Nuurunm alan nuur (cahaya diatas segala cahaya), dengan menggunakan akata “ala”. Dengan demikian berarti bahwa Nur (cahaya)( Nabi Muhammad lebih tinggi dibanding Nur (cahaya) Allah. Wal-’iyaadzu billah.
Dikataka sebagai kesyirikan, sekali lagi sebab tingginya cahabya ini hanyalah mililk Allah, sehingga orang yang melebihkan sesuatu, bahkan hanya menya,makannya dengan yang Allah miliki, maka berarti dia telah melakukan kesyimrikan. Padahal masalah syirik ini adalah masalah yanbg paling berbahaya bagi seorang manusia terutam seorang muslim. Dia merupakan perkara yang diharamkan yang menempati posisi pertama.Nmabi bersabda:
Merupakan salah satu dari perkara ynag membinasaklan pelakunya. Nabi bersabda:
Merupakan suatu kezhaliman yang terbesar sebab men genai hak Allah yang dizhalimi. Allah berfiraman:
Pelakunya jika mati tidak sempat bertaubat, maka tidak akan diampuni oleh Alah. Allah berfirman:
Dia akan diharanmkan dari surga serta dimasukkan dan dikekalkan didalam neraka.Allah berfiraman:
Wallahu a’lam.
- Memohon dari beliau agar diberi perlindungan, dilindungi dari neraka Sa’ir, dan dari Neraka Hawiyah.
ألا يا نبي الهدى أغث من بذكرك يصح.
…………………………… يلح.
يا بشير يا نذير ☼فأغثني وأجرني ☼يا مجير من سعير.
يارسول الله يا ☼ خير كل الانبياء ☼ نجنا من هاوية.
“Wahai Nabi (pembawa ) hidayah, selamatkanlah orang yuang berteriask dengan menyebut (namamu).
“Wahai ………………………………, ……………………………….. dengan menyebutmu dia …..”.
“wahai pembawa kabar gem,bira, wahai pembawa berita ancaman. Selamatkanlah aku peliharalah aku. Wahain (orang) menyelamatkan darui (Neraka Sa’ir).
“wahai Rasulullah, wahai nabi yang tyerbaik diantara seluruh para Nabi. Selamatkanlat dari (Neraka) Hawiyah”.
Bantahan: (IV):
- Bahwa beliau mengetahu ilmu Lauh dan Qalam, dan beliau dijadikan sebagai tempat melarikan diri.
ومن علومك علوم اللوح والقلم يا مفس لا تقنطى من زلة خطت يا أكرم الخلق ☼ مالي من ألوذ به.
“Dan diantara ilmumu (wahai Muhammad) ilmu Al-Lauh dan Qalam, wahai jiwa janganlah engkau berputus asa dari ketergelinciran yang telah dicatat. Wahai makhluk yang paling mulia ☼ kepada siapa lagi aku harus melarikan diriku kepadanya”.
Bantahan: (V):
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ. ( 6: 59).
Atrtinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 6/Al-An’am: 59).
Berkata Syekh Utsaimin: (Syarh Aqidah Wasithiyyah 1/193):kata “‘indahu” (disisi-Nya), yakni disisi Allah, sebagai “khabar muqaddam” (khabar yang didahulukan dalam kalimat). Susunan kalimat seperti ini menunjukkan pembatasan dan pengkhususan; atrtinya: “hanya pada sisi Allah, tidak pada sisi selainnya (maksudnya: kunci-kunci perkara yang ghaib itu hanya dimiliki oleh Allah saja, tidak dimiliki oleh seorangpun selain Allah. Pent.). Hal ini dipoertegas lagi dengan firman-Nya: لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ(tidak ada ynag mengetahuinya kecuali Dia). Dengan demikian, maka kalimat pembatasan (pengkhususan) bahwasanya ilmu mengenai kunci-kiunci (perghaib) ini hanyalah milik Allah ada dua:
Pertama: dengan cara mendahulukan (lkhabar) dan mengakhirkan (mubtada’).
Yang kedua: Dengan cara nafyu (meniadakan) dan itsbat (menetapkan).
Dan yang dimaksud dengan perkara “ghaib”, adalah apa saja yang ghaib.
Berkata syekh Sahlih Fauzan mengenai perkara “ghaib”, yakni; apa saja yang ghaib (tidak nampak) bagi manusia, nbaik itu berupa perkara-perkara akan datang, yang telah berlalu maupun apa sahjas yang tidak dilihat oleh manusia. (h. 97, Aqidatut Tauhid).
Kunci-kunci semua yang ghaib itu tidak ada ynag mengetahuimnya kecuali Allah azza wa jalla; tidak diketahui oleh (seorang) malaikat pun, juga tidak diketahui oleh (seorang) Rasulpun, bahkan sampai seorang utusan Allah berupa malaikat yang paling mulia – yakni Jibril – sampai bertanya kepada rasul yang paling mulia dari manusia – yakni Muhamma ‘alaihis shalatu was-salam – . (Jibril) bertanya: kabarkan kepadaku tentang “sa’ah” (hari kiyamat) Beliau menjawab: Tidaklah orang yang dbitanya itu lebih tau daripada orang yang bertanya. Maksudcnya: Sebagaimana anda tidak mrengetahuinya, maka akupun demikian tidak mengetahuinya. Maka barangsiap yang mengaku mengetahui tentang hari kiamat, maka dia adalah seorang pendusta lagi kafir, dan barangsapa yang menbenarkan (orang yang mengaku itu), maka dia juga kafir, sebab dia telah mendustakan Al-Qur’an. (Syarh Al-wasithiyyah 1/194).
Mengenai “kunci-kunci (perkara ghaib)”, telah dijelaskan langsung oleh makhluk yang paling tau tentang Firman Allah, yakni Muhammad. Beliau menafsirkannya dengan ayat 34 surat 31/Luqman:
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنْزِلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ. (34)
Artinya: “ (Beliau berkata): Kunci-kunci perkara ghaib itu ada lima; lalu beliau mebaca ayat tersebut; yang artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal“. (HSR. Bukhary: 4261, dari sal;im binAbdulla dari bapaknya).
Jadi kunci-kunci perkara ghaib itu ada lima, yaitu:
- Pengetahuan tentang (kapan terjadi) hari kiamat ?
- (Kapan) hujan akan turun.
- Pengetahuan mengenai apa yang dikandung dalam rahim (setiap yang mengandung).
- Pengetahuan mengenai hari esok (seseorang).
- Pengetahuan tentang tempat kematian seseorang, waktu dan keadaannya.
Kelima kunci perkara ghaib ini tidak diketahui kecuali Allah.
Dan yang dimaksud dengan “Kitaabun Mubiin” adalah “Al-Lauhul Mahfuzh”. Semua itu diketahui oleh Allah tercatat disisi-Nya di Lauh Mahfuzh, sebab ketika Allah menciptakan Qalam (pena), Allah berfirman kepadanya: Tulislah! Qalam berkata: apa yang harus aku tulis? Kata Allah: Tulislah segala sesuatu yang ada hingga hari kkiamat. (HR. Ahmad, Abu Dawyd, Tirmidzy, Hakim, Baihaqy dan Ibnu Abi ‘Ashim, dinyatakan shahih oleh Al-Albany). Maka ketika itu pula (Qalam) menulis segala yang ada sampai hari kiamat, kemudian Allah jadikan pada tangan-tangn malaikat kitab-kitab yang padanya dicatat apa yang amalkan oleh manusia, sebab apa yang ada li lauhul mahfuzh itu telah dicatat didalamnya apa saja yang igin dikerjakan oleh manusia….dst. (Syarah Wasithiyyah 1/ 194-199).
Peringatan: Perkataan penulis Barzanjy: “Dan diantara ilmumu (wahai Muhammad) adalah ilmu Lauh dan Qalam“.
Ini berarti Nabi mengetahui segala ilmu Allah termasuk kunci-kunci ilmu gaib-Nya yang lima tersebut. Keyakinan ini ada;lah keyakinan syirk yang pelakunya musyrik, keluar dari islam menjadi kafir, sebagaimana kata ulama kita terdahulu bahwa : barangsiapa yang mengaku mengetahui perkara gaib atau membenarkan orang yang mengaku itu, maka dia adalah seorang pendusta lagi kafir. Mereka disebut pendusta sebab mendustakan ayat-ayat Allah yang banyak sekali menerangkan tentang pengetahuan mengenai perkara gaib itu hanya milik Allah. Dan mereka disebut melakukan kesyirikan, sebab ulama kita mengatakan bahwa syirik adalah: “Menyamakan selain Allah dengan Alah dalam hak-hak Allah semata”, dan mereka telah mengatakan bahwa Nabi Muhammad ytelah memiliki perkara yang hanya milik Allah semata ini.
Telah berkata Ibnu Abbas:
هذه الخمسة لا يعلمها إلا الله تعالى, ولا يعلمها ملك مقرب ولا نبّي مرسل; فمن ادعى أنه يعلم شيئا من هذه فقد كفر بالقرآن; لأنه خالفه.
“Kelima hal ini tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, tidaklah diketahui oleh seorang malaikat muqarrab (yang dekat dengan Alla) tidak pula diketahui oleh seorang Nabi yang diutus (oleh Allah), maka baranbgsiapa yang mengaakau mengetahui sesuatu darinya, maka sungguh dia telah kafir terhadap Al-Qur’an, sebab dia telah menyelisihnya”. (Lihat, Al-Qurthuby, tafsiran ayat tersebut). Wal’iyadzu billah wahual musta’aan.
Perli dimaklumi, bahwa terkadang perkara ghaib itu Allah nampakkan kepada Rasul-Nya yang Dia kehendaki, namun tidak semuanya Rasul-Nya dan tidak semua perkara ghaib. Allah berfirman: QS. 72/ Al-Jin: 26-27):
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا(26)إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ.
Artinya: “(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, ….
Berkata Syekh Fauzan: maksudnya: Allah tidak menampakkan sesuatu dari perkara ghaib, kecuali bagi orang yang dipilih-Nya disebabkan karena kerasulannya….dan hal ini meliputi rasul (utusan) Allah, baik dari kalangan manusia maupun dari klangan malaikat, dan tidak dinampakkan kepada selain keduanya, sebab adanya dalil pembatasan. Maka barangsiapa mengaku ilmu ghaib dengan jalan apapun selain dari para rasul Allah, maka dia adalah pendusta dan kafir…”. (h. 997).
Sebagai dukungan terhadap pendapat tersebut, juga ada ayat lain, yakni: 3: 179:
مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّى يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ.
Artinya:”Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya.
Bukhary: Kitab Tafsirul Qur’an, bab: Wa’indahuu mafaatihu…:
Kata Ibnu Hajar: Diriwayatkan oleh At-Thabary dari jalan Ibnu Mas’ud, dia berkata: Telah diberikan kepada Nabi kalian صلى الله عليه وسلم ilmu mengenaui segala sesuatu kecuali “mafatihul ghaib” (kunci-kinci perkara ghaib), dan (kata) “miftah” itu digunakan untuk menyebutkan apa saja yang “mahsus” (dapat dicapai oleh panca indera) dari apa-apa yang (dapat) mengurai (melepaskan) tutupan, seperti gembok, juga (mencakup) sesuatu yang maknawy, sebagimana yang terdapat dalam hadits: “Sesunggguhnya diantara manusia adalah “mafatih” bagi kebaikan”. Hadits in dinyatakan shahih oleh oleh Ibnu Hibbandari hadits Anas. Kemudian penulis (Imamm Bukhary), menyebutkan dalam bab ini hadits Ibnu Umar: “Mafaatihul ghaib” (kunci-kunci perkara ghaib itu ada lima”. Beliau memuatnya seecara ringkas. Penafsirannya secara panjang lebar akan ada pada tafsir surat Luqman, serta syarahnya yang luas, insya Allah.
فجميع الانبياء خلقوا من نور محمد…. ☼
“Maka seluruh para Nabi diciptakan dari Nur Muhammad…………….”
لولاه لم تخر الدنيا من العدم محمد سيد الكونين والثقلين ☼
“Seandainya bukan karena beliau niscaya dunia ini tidak dijadikan dari tiada, Muhammad sayyid (penghulu) dua alam dan (penghulu) as-tsqalain (jin dan manusia)”.
Bantahan: (VI):
Pernyataan: “Seluruh para Nabi diciptakan dari Nur Muhammad”, bertentangan dengan pernyataan Allah dalam banyak ayat dalam alqur’an, dimana Allah berfirman:
23: 12:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ(12)
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah”. (QS. 23/ Al-Mukminun: 12).
Berkata Imam Al-Qurthuby: “Al-Insan” disini adalah Adam عليه الصلاة والسلام ; sebab dia (diciptakan) dari tanah. (Menurut Qatadah dan lainnya). Sedangkan “sulalah” adalah anak cucu Adam. (Menurut Ibnu Abbas dan lainnya). Dan sul,alah disini adalah air yang jernih, yaitu mani.من طين ”dari Tanah”, yankni asal Adam , (dia diciptakan) dari tanah.Yakni dari tanah murni, adapun keturunannya, darti tanah dan mani.
Berkata Ubu Katsir: Allah berfirman, mengabarkan tentang permulaan penciptaan manusia, yakni dari saripati dari tanah, yakni Adam عليه السلام Allah menciptakannya dari “salshal” dari “hamin Masnun”. Berkata Al: A’masy dari Al-Minhal bin ‘Amru dari Abu yayhya dari Ibnu Abbas “من سلالة من طي“, yakni air yang jernih. Kata Mujahid, من سلالة yakni dari mani Adam.Berkata Ibnu Jarir: Adam dinamakan “Thin” (tanha), sebab dia diciptakan dari tanah. Kata Qadah: Adam diciptakan adari tanah. Dan ini merupakan makna yang paling jjelas dan lebih dekayt kepada bentuk (kalimatnya0, sebab sesungguhnya Adam عليه السلام diciptakan dari tanh yang me/lengket, itulah “shalshal” dari “alhama’ almasnun” yang tercipta dari “tuhab” (tanah), sebagaimana Aallah berfirman:
” ومن آياته أن خلقكم من تراب ثم إذا أنتم بشر تنتشرون “.
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari jalan Abu Musa dari Nabi, beliau bersabda:
إن الله خلق آدم من قبضة قبضها من جميع الأرض فجاء بنو آدم على ظهر الأرض جاء منهم الأحمر والأسود وبين ذلك والخبيث والطيب وبين ذلك “وقد رواه أبو داود والترمذي من طرق عن عوف الأعرابي به نحوه وقال الترمذي حسن صحيح.
Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari suatu genggaman yang Dia gernggam dari seluruh (tanah permukaan) bumi, sehingga datahnglah ank keturunan Adam sesuai dengan permukaan tanah, diantara mereka ada yang merah (kulitnya), ada yang hitam (kukitnya), dan ada yang diantaranya (antara putih dan hitam), ada yang buruk dan ada yang baik-baik, dan ada yang diantranya”. (HR.Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzy:2871, katanya: (hadits) hasan shahih).
Tur: 2871: Tiga warna tersebut adalah asal warna-warni, sedangkan (warna)selainnya itu yterdiri darinya, inilah yang dimaksud dengan “wabaina dzalik” (dantarnya), yakni antara merah, putih dan hitaam sesuai dengan bagian-bagian tanah.Ada diantara mereka yang “sahl” (lembut), ada yang “Hazn” (keras), ada yang “kahabits” (Buruk perangainya) dan “thayyi” (bagus perangainya).
Kata At-Thibby: “sahl” artinya lem,ah lembut, “hazn” itu kasar, “thayyib” maknanya orang mukmin, “kabits” maknan ya, orang kafir. (HR. Tirmidzy, Ahamad Abu Dawud, Hakim,dan Baihaqy, lihat Tuhfatuml Ahwadzy).
Sajdh:32: 8:
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ(7) ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ(8)
Artinya: “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). (QS. 32/As-Sajdah: 7-8).
Berkata Ibnu Katsir: Allah menyebutakan penciptaan manusia, bahwa Dia menciptakan Bapak manusia, yakni Adam dari “thin” (tanah).
Al-Qurthuby juga mengatakan demikian, katanya:وبدأ خلق الإنسان من طين , yakni Adam.
Qurt: مَاءٍ مَهِينٍ , berkata Az-zajjaj: air yang lemah. Ada yang menbgatakan: (Air) yang tidak dipedulikan oleh manusia.
Shffat: 11:
فَاسْتَفْتِهِمْ أَهُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمْ مَنْ خَلَقْنَا إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ مِنْ طِينٍ لَازِبٍ(11)
Artinya: “Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): “Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu?” Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat. (QS. 32/ As-Shaffat: 11).
Q:طين لازب, yakni melengket. (Ibnu Abbas, Qatadah dan Ibnu Zaid).
Kata Al-Mawardy: ada perbedaan antara “lashiq” dan “laziq”, “lashiq” itu saling melenglket satu sama lain. “laziq”, dia menempel dengan apa yang mengenainya.
Erkata As Suddy dan Al-Kalby: mengenai “lazib”, yakni khalish (murni). Mujahid dan Ad-Dhahhak: yakni “muntin” (busuk).
K: Allah nmenjelaskan bahwa merekAa (manusia) diciiptakan dari sesuati yang lemah, yakni dari “thin lazib”.
Shad:71, 76:
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ(71) قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ(76)
Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah”. (QS. Shad: 71, 76).
Berkata Ibnu Katsir: Kisah iini disebutkan oleh Allah تبارك وتعالى dalam surat Al-Baqarah dan awal surat al-A’raf, dalam surat Al-Hijr, Subhan (Al-Isra), Al-Kahfi dan dalam surat iini, bahwa Allahسبحانه وتعالى memberitahukan kepada Malaikat sebelum Diamenciptakan Adam عليه الصلاة والسلامbahwa Dia akan menciptakan seorang manusia dari “shalshal” dari “hama-im masnun” dan Allah mengemukakan perintah-Nya kepada mereka (dengan mengatakan): kapan penciptaannya selesai dan sempurna, maka hendaklah kalian sujud kepadanya sebagai pemuliaan, pengagungan dan penghormatan serta kepatuhan terhadap perintah Allah عز وجل, maka para malaikat seluruhnya melaksanakan (perintah ) tersebut, selain Iblis, dimana dia bukan dari golongan (malaikat) tapi dia dari bangsa Jin, lalu dia berkhianah (kepada Allah).
…(iblis) enggan sujud kepada Adam, menentang Rabbnya serta mengaku bahwa dia lebih baik dari0pada Adam, sebab dia diciptakan dari api sedangikan adam diciptakan dari tanah, dan api itu lebih baik daripada tanahmenurut pengakuan (sangkaannya), sungguh dia telah keliru dalam perkara in, menyelisihi perintah Allahserta kuufr dengannya, maka Allah menjauhkannya, mencorenbg dirinya serta mengusirnya dari pintu rahmat-Nya.
Penamaannya sebagai “iblis” adalah sebagai pemberitahuan baginya bahwa dia telah terputrus dari rahmat Allah, dia diturunkan kebumi, ….. (selesai Ibnu Katsir).
QS. Fathir: 11:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ جَعَلَكُمْ أَزْوَاجًا.فطر :11.
Artinya: “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). (QS. Fathir: 11).
Ibnu Katsir : maksudnya adalah bahwa (Allah) memulai penciptaan bapak kalian Adam, dari “turab”, kemudian menjadikan keturunannya dari “sulalah” dari air yang hina, kemudian menjadikan mereka (berpasangan) laki-laki dan perempuan
Berkata Qurthuby: berkata Sa’is bin Jubair dari Qatadah: والله خلقكم من تراب , yakni Adam عليه السلام. (seakan Allah mengatakan): asal kalian (yakni Adam) diciptakan dari “turab”. Kemudian dari “nuthfah”, yakni yang (Dia) kedluarkan dari punggung bapak kalian (Adam).Kemudian menjadikan sebagian kamu sebagi pasangan bagi sebagian yang lain, yang lelaki adalah pasangan perempuan…
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا. غفر: 67.
Artinya: “Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes, air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak,.. (QS. Ghafir: 67).
Qurthuby: هو الذي خلقكم من تراب ثم من نطفة ثم من علقة: maksudnya Dia menciptakan bapak kalian yang merupakan asal manusia, yakni Adam عليه السلامdari turab”, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari “nuthfah”, yakni mani, air yang sedikit, kemudian dari “alaqah”, yakni darah yang padat.
QS. 18/ Al-Kahfi: 37:
قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا(37)18:37.
Artinya: “Kawannya (yang mu’min) berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?. (QS. 18/ Al-Kahfi: 37).
Ibnu Katsir: Allah berirman mengabarkan tentang jawaban sahabat (orang tersebut) yang mukmin sebagai nasihat baginya dan sebagai teguran yterhadap kekufurannya kepada Allah serta tertipunya dia (dengan dunia): “Apakah kamu kufur terhadap (dzat) Yang telah menciptakan kamu dari tu8rab?”. Ini adalah merupakan pengungkaran dan pengagungan terhadap apa yang terjadi padanya, dimana dia menentang Rabb-nya yang telah menciptakan dia, serta memulai penciptaan manusia dari “thin” (tanah), yakni Adam, kemudian Dian menjadikan keturunannya dari”sulalah” dari air yang hina”.
QS. Arrum: 20:
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ(20)روم.
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. (QS. Arrum: 20).
K: Allah berfirman: “Dan diantara (tanda-tanda) kekuasaan Allah”, menunjukkan tentang keagungan-Nya serta kesempurnaan kekuasaan-Nya, bahwa Dia telah menciptakan bapak kalian Adam dari “turab” (tanah).“ثم إذا أنتم بشر تنتشرون” ”, Kemudian tiba-tiba kalian menjadi manusia yang tersebar“. Jadi asal kalian adalah dari “turab” tanah, kemudian dari air yang dihinakan lalu berbentuk menjadi “‘alaqah” (segumpal darah), kemudian menjadi “mudhghah” (segumpal daging), kemudian menjadi “‘izham” (tulang) yang berbentuk manusia, lalu Allah membungkus tulang tersebut dengan “lahm” (daging), kemudian Dia tiupkan ruh kepadanya, maka tiba-tiba dia dapat mendengar dan melihat, kemudian dia keluar dari perut ibunya dalam keadaan kecil, lemah, (lalu) menjadi kuat dan bergerak, kemudian semakin panjang usianya semakin sempurna kekuatannya, geraknya sampai dia kembali kepada keadaan dimana dia bisa membangun peradaban (kota), benteng-benteng, serta bersafar diseluruh penjuru (bumi)…
Beliau menukil hadits riwayat Ahmad, dari Abu Musa, sabda Nabi صلى الله عليه وسلم beliau berkata:
”إن الله خلق آدم من قبضة قبضها من جميع الأرض فجاء بنو آدم على قدر الأرض جاء منهم الأبيض والأحمر والأسود وبين ذلك والخبيث والطيب والسهل والحزن وبين ذلك” ورواه أبو داود والترمذي من طرق عن عوف الأعرابي به وقال الترمذي هذا حديث حسن صحيح.
Artinya: “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari satu genggaman (tanah) yang digenggam dari seluruh (macam) tanah, maka datanglah anak Adam sesuai dengan keadaan tanah, diantara mereka ada yang putih (kulitnya), ada yang merah, ada yang hitam dan diantaranya. Ada yang“khabits” (buruk), ada yang “thayyib” (baik), ada yang “sahl“, ada yang “hazn” dan diantaranya”. Diriwayatkan juga oleh Abu dawud , Tirmidy, dari jalan ‘Auf Al-’A'raby. Kata AtTirmidzy: Ini hadits hasan shahih.
Berkata Al-Imam Al-Mubarakfury dalam Tuhfah, mengenai makna hadits tersebut:
Kata beliau, berkata At-Thiyyiby:…makna “shal” adalah lemah lembut. Makna “hazn” adalah keras dan kasar, “tayyib”, adalah orang beriman yang seluruhnya bermanfaat, sedangkan “Khabits”, adalah orang kafi, yang seluruhnya berbahaya”.(Tuhfah, Kitab: Tafsirul Qur’;an ‘an Rasulillah, bab:Wamin suuratil Baqarah, hadits: 2879).
Berkata Al-Qurthuby mengenai ayat:
ومن آياته أن خلقكم من تراب.
“Maksudnya adalah Dia (Allah) menciptakan bapak kalian (Adam) darinya (thurab atau tanah), dan yang cabang itu sama dengan asalnya”.
QS. 22/Hajj:5
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ
Artinya: “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu. (QS. 22/Hajj:5).
Berkata Ibnu Katsir: Maksudnya: Asal “bar’I” bagi kaliaan adalah dari “turab” (tanah) dan Dia pula yang telah menciptakan Adam ‘alaihis salam darinya, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari “sulalah”, dari air yang dihinakan…..dst.
Berkata Al-Qurthuby: “Maksudnya, kami menciptakan bapak kalian yang merupakan asalnya manusia, yakni Adam عليه السلامdari “turab” (tanah), kemudian kami jadikan keturunanya dari “nuthfah”, yakni setes mani, (yakni dari jumlah) air yang sedikit”.
Allah berfirman:
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ ءَادَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ(59)3: 59.
Artinya: “Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia. (QS. 3/ Ali Imran: 59).
Ibnu Katsir: (Allah) Jalla wa ‘Alaa berfirman
: “Sesungguhnya permisalan ‘Isa disi Allah”, dalam kekuasan Allah ketika menciptakannya tanpa ayah, “sperti (penciptaan) Adam”, dimkan diciptakannya tanpa ayah dan ibu, bahkan “dia menciptakannya dari “turab”, kemudian dia berkata kepadanya: “jadilah, maka jadilah dia”. Sehingga ynag menciptakan Adam tanpa ayah, Dia maha kuasa untuk menciptakan ‘Isa dengan cara yang lebih utama dan paling pantas….
Q:
_ إن مثل عيسى عند الله كمثل آدم خلقه من تراب
فان آدم خلق من تراب ولم يخلق عيسى من تراب فكان بينهما فرق من هذه الجهة, ولكن شبه ما بينهما أنهما خلقهما من غير أب; ولأن أصل خلقتهما كـان من تراب لأن آدم لم يخلق من نفس التراب, ولكنه جعل التراب طينا ثم جعله صلصالا ثم خلقه منه, فكذلك عيسى حوله من حال إلى حال, ثم جعله بشرا من غير أب.
Kesimpulan: Asal penciptaan manusia dalam alqur’an:
- سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ.
- ,طِينٍ.
- ,طِينٍ لَازِبٍ.
- ,تُرَابٍ .
- saripati (berasal) dari tanah.
- saripati air yang hina (air mani).
- tanah.
- tanah liat.
Berkata Ysekh Muhammad bin Jamil Zainu: dalam kutaib beliu berjudul, suatu pembahasan dengan judul: “I’tiqaadaat baathilah Tu-addy ilal Kufr” (Keyakinan-keyakinan bathil (sesat) yang mengantarkan kepada kekufuran), beleiau membahas didalamnya masalah ini, lalu beliau berkata:
1. Perkataan bahwasanya Allah menciptakan dunia ini disebabkan karena Muhammad , mereka menyandarkan keyakinan tersebut kepada hadits Qudsy yang dusta, yaitu: (….Laulaaka maa khuliqatid dunyaa). Berkata Ibnul Jauzy: hadits ini “maudhu’” (palsu). Sungguh Al-Bushairy (penulis Qashidah Burdah, lihat isi kitab Barzanjy. Pen.). telah berdusta ketika dia mengatakan:
“Bagaimana mungkin engkau memohon kepada dunia sebagai suatu yang lebih penting dibandingkan orang yang seandainya bukan karena dia, niscaya dunia ini tidak akan diaadakan dari tiada.
(Dustanya keyakinan ini, sebab menyelisihi Firman Allah:
(QS. Ad-Dzariyat: 56.
Bhkan sampai Muhammad sweenmdiripun diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya, dimanan Allah berfirman: QS. 15: 99.
Dan seluruh para rasul dicirtakan untuk beribadah kepada-Nya, (Allah berfirman): QS. 16: 36. Thaghut adalah setiap yang disembah selain Allah dan dia ridha dengannya.
Lalu bagaimana mungkin seorang musklim meyakini sesuatu yang menyelisihi Al-Qur ‘an dan petunjuk penghulu para Rasul !!?
2. Perkataan bahwa Allah menciptakan nur nabi pertama kali, lalu dari nurnya diciptakanlah segala sesuatu. Ini adalah keyakinan bathil yang tidak memeiliki dalil, dan anehnya ynag mengatakan perkataan ini justru seorang alim yang terkenal, berasal dari Mesir, yakni Syekh Muhammad Mutawally As-S ya’rawy, dalam kitabnya: “Anta tas-al wal-Islaam Yujiibu” (Anda bertanya Islam menjawab), dimana dia sebutkan dalam kitab tersebut, dibawah judul: “An-Nuurul Muhammady wa Bidaayatul Khaliiqah” (Nur Muhammad dan Awal Penciptaan):
Pertanyaan: Terdapat dalam sebuah hadits: bahwasanya jabir bin Abdullah bertanya keopada rasulullah: Apakahj yang pertama Allah ciptakan? Beliau menjawab: “Nur Nabimu wahai Jabir”. Bgaimana mungkin hadits ini disepakati sedagkan makhluk yangh pertama diciptakan adalah Adam, dan dia diciptakan dari tanah?
Jawaban: Merupakan kesempurnaan yang mutlak dan beritulah tabi’at, bahwasanya yang terlebih dahulu adalah (memulai dengan) menciptakan yang (sesuatu) paling tinggi, kemudian yang dibawahnya. Dan bukanlah suatu yang masuk akal bahwasanya yang diciptakan adalah bahan tanah terlebih dahulu kemudian baru diciptakan Muhammad darinya, sebab segala yang paling tinmggi dari mnausia adalah para Rasul dan yang paling tinggi diantara para Rasul adalah Muhammad putera Abdullah. Seharusnya Nur Muhammadlah yang diadakan terlebih dahulu…dan dari nur Muhammad muncullah segala sesuatu…, sehingga hadits jabir tersebut benar. Ya, inilah dia ilmu yang mendukung makna-makna tersebut. Karena itu maka nur (cahaya merupakan permulaan (ciptaan) kemudian darinya diadakan benda-benda….Selesai, h. 38.
Bantahan Syekh Ibn Jamil Zainu:
Pertama: Sesungguh nya perkataan As-S ya’rawymenyelisihi (bertentangan) dengan (dalil) naql, yalni firman Allah mengenai penciptaan Adam ‘alaihs salam manusia pertama: thin.QS. Shad: 71.
Dan Firman-Nya QS. Ghafir: 67
Berkata Ibnu jarir At-Thabary: Bapak kalian, Adam dicipdtakan dari tanah, kemudian kalian diciptakan dari nuthfah (sperma/mani)”.
Perkataan As-Sya’rawy juga bertentangan dengan sebuah hadits, yakni sabda beliau : “Kalian semua aadalah anak Adam dan Adam diciptakan dari tanah”. (HR. Al-Bazzar, dinyatakan shahih oleh Al-Al-Bany dalam Shahihhul Jami’:4444.
Kedua:Sesungguhnya As-Sya’rawy berkata:
(Dan begitulah tabi’at, bahwasanya yang terlebih dahulu adalah (memulai dengan) menciptakan (sesuatu) yang paling tinggi, kemudian yang dibawahnya).
Filsafat dia initelah dibantah oleh Al-Qur’an ketika (membicarakan tentang) iblis sewaktu dia enggan sujud kepada Adam. (Allah berfirman, Iblis berkata): (QS. Shad:76).
Berkata Ibnu Katsir: “Dia (Iblis) mengaku bahwa dia ebih baik dari Adam sebab dia diciptakan dari api sedangkan dia diciptakan dari tanah dan api itu lebih baik daripada tanah menurut anggapannya. (4/43).
Bnu Jarir AT-Thabary berkata: Berkata Iblis kepada Rabb-nya aku tidak sujud kepada Adam sebabaku lebih mulia darinya, sebab Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan Engkau menciptakan Adam dari tanah, sedangkan api memamkan tanah serta menghanguskannya, jadi api lebih baik darinya. Aku lebih baik dari dia. Selesai.
(Sebenarnya) yang masuk akal adalah benda tanah diciptakan terlebih dahulu, kemudian dari tanha itu diciptakanlah Muhammad sesudahnya, dan bahwasanya benda itu (bahan) itu diciptakan terlebih dahulu yakni berupa tanah yang drainya Adam diciptakan, dan Muhammad itu dari keturunan Adam dan anak cucunya, sebgaimana beliau kabarkan ketika beliau bersabda: “Aku adalah sayid (penghulu) anak Adam…”. (HR. Muslim).
Ketiga: As-Sya’rawy berkata: “Seharusnya Nur Muhammad itu diadakan terlebih dahulu“.
Perkataan in tidak memilii dalil, bahkan terdapat dalam Al-Qur’an bahwasanya manusia pertama dalah Adam, sebagaimana telah (dijelaskan sebelumnya), dan diantara makhluk (yang diciptakan) setelah ‘Arsy adalah Qalam, dimana (beliau) bersabda: Sesungguhnya yang pertama kali Allah ciptakan adalah “Al-Qalam”. (HR. Tirmidzy, dishahihkan oleh Al-Albany), sedangkan Nur Muhammad, tidak memiliki wujud (tidak ada), baik itu dari (dalil) naql (Al-Qur’an dan Sunnah), maupun (dalil) aqly (akal sehat); bahkan Al-Qur’an memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk mengatakan kepada manusia: (QS. Al-Kahfi: )
Dan Nabi sendri mengatakan: “Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa seperti kalian….”. (HR. Ahmad, dinyatakan shahih oleh Al-AlBany dalam Shahihul Jami’, no: 2337).
Dan merupakan sesuatu yanbg telah diketahui bahwasnya Muhamma diciptalan dari kedua orang tua (dari manusia), yakni: Aminah binti Wahb dan dilahirkan sebagaimana manusia dilahirkan, beliau dipelihara oleh kakeknya, kemudian oleh pamannya Abu Thalib.
Telah jelas, bahwasanya makhluk yang per tama dari manusia adalah Adam, dan rari benda-benda adalah “Qalam”. Ini adalah merupakan bantahan yang tegas terhadap o rang yang menagftakan bahwa Muhammad iadalah makhluk Allah yang pertama, sebab ini bertentangan deanga Al-Qur’an dan Hadits sahaih yang telah lalu, akan tetapi terdapat ddalam suatu hadits menjelaskan bahwa Rasul tercatat disisi Allah sebagai penutup para Nabi sebelum Adam diciptakan, dan sesungguhnya Addam (ketika) itu sedang swedang berada dalam keadaan tanah”.
(Dishahihkan oleh Hakim, disepakati oleh Ad-Dzahaby, dan dishahihkan oleh Al-Albany).
Dalam hadits tersebut dikatalkan: “Maktuub” (tertulis), dan tidak dikatakan: “makhluuqun” (tercipta).
Dan yang sejisal dengan (hadits tersebut) adalah sabda beliau : “Aku telah menjafd I seorang nabi, ketika Adam masih beerada diantara ruh dan jasad”. (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam As-Sunnah serta dinyatakan shahiholeh Al-Bany).
Adapun hadits: “Aku adalah Nabi yang pertama dalam penciptaan, dan yang terakhir dalam pengutusan…”, maka dinyatakan dha’if oleh Ibnu katsir, ALMunawy dan Al-Albany).
Ini j8ga menyelisihi Al-Qur’an dan Hadits shahih yang terdahulu, bertentangan dengan akal, dan perasaan, sebab tidak seorangpun manusia yang dilahirkan sebelum Adam.
Keempat: Berkata: As-Sya’rawy: “Dan dari Nur Muhammad dicuipotakan segala sesuatu”.
(h. 97, Silsilah Taujihaat 2: Arkaanul Islaam wal-Iimaan minal Kitaabi was-Sunnahis Shahiihah, oleh Muhammad bin Jamil Zainu, cet: 1, 1423H/2003M).
Mereka sunnahkan berdiri ketika disebutkan kelahiran beliau.
هذا وقد استحسن القيام عند ذكره مولده الشريف أئمة ذووا رواية وروية ☼
وأقبلت الحور العين الى أنه آمنة الكريمة تبشرها بأنها من جميع المخاوف آمنة ☼( قم هنا تعظيما وتكريما له…لانه قد استحسن القيام … ).
“Ini, dan sungguh telah diasunnahkan be rdiri ketika disebutkan kelahiran beliau yang mulia, menurut para Imam yang mmemiliki periwayatan”☼
“dan bidadaripun menghadap kepada Aminah yang mulia memberikan berita gembira kepadanya bahwa dia akan aman dari (kejahatan) segala makhluk ☼ (dikatakan setelah itu dalan kitab al-barzanjy: (berdirilah disini, sebaga pengagungan serta ppenghhormatan bagi beliau…seba telah dianggap baik berdiri….dst.).
Bantahan: (VII):
Berdiri untuk menta’zhim (memberikan pengagungan atau penghormatan) kepada seseorang telaah diharamkan, Nabi sendirilah yang telah mearangnya, be;iau bersabda dengan tegas:
عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ قَالَ خَرَجَ مُعَاوِيَةُ عَلَى ابْنِ الزُّبَيْرِ وَابْنِ عَامِرٍ فَقَامَ ابْنُ عَامِرٍ وَجَلَسَ ابْنُ الزُّبَيْرِ فَقَالَ مُعَاوِيَةُ لِابْنِ عَامِرٍ اجْلِسْ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَمْثُلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ.
“Barangsiapa yang suka ada orang yang berdiri untuk merngormatinya, maka hendaklah dia bersiap-siap menempai tempatnya dineraka. (HR. Aabu Dawud: 4552, dari Abu Uwanah, Tirmidzy: 2679 dan Ahmad, dengan lafazh: ” Man sarrau”…”an yamtsula”).
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا فَقُمْنَا إِلَيْهِ فَقَالَ لَا تَقُومُوا كَمَا تَقُومُ الْأَعَاجِمُ يُعَظِّمُ بَعْضُهَا بَعْضًا.
Dalam riewayat lain beliau bersabda:”Janganlah kalian berdiri sebagimana berdirinya orang-orang ajam (asing), sebagian mereka mengagungkan sebagian yang lain”.(HR. Abu Dawud: 4553 dan Ibnu Majah, dari Abu Umamah. Nbi mengatakan demikian ketika suatu saat beliau keluar bertelekan dengan tongkatnya, lalu shahabt-shahabat berdiri untuknya).
Aunul Ma’bud: 4553:
Maksudnya adalah: berdiri dan tegak untuknya, maka barangsiapa yang menysukai hal tersebut, maka dia berhak menempati suatu tempat dianeraka.
Kata beliau: Dan pengarang kitab (Imam Abu Dawud), berdalil dengan hadits tersebut mengenai dilaranhgnya seseorang berdiri bagi orang lain, sebagai pengagungan/penghormatan baginya.
Dalam Fathul Bary An-Nawawwy berkata, sebgaai tanggapan atas hadits ini: Sesungguhnya yang paling shahih dan paling utama bahkan tidak dibutuhkan kepada selainnya, bahwasanya maknanya adalah teguran kepada orang mukallaf yang suka orang berdiri baginya. Kata beliau: dan yang dilarang adalah kecintaan kepada berdiri, apabila (kecintaan) tersebut tidak terklintas didalam benaknya lalu mereka berdiri untuknya atau mereka tidak berdiri, maka tidak ada cela baginya, dan jika dia suka (senang), maka dia terlah jatuh kedalam perkara haram, baik itu mereka berdiri kepadanya atau tidak… dabn bahwasanya yang dilarang adalah khusus bagi orang yang menyukainya.
Berkata AlMundziry: Ditakhrij juga oleh At-Tirmidzy, kata beliau: (ini hadits) hasan. Inilah akhir dari perkataan beliau.
Ta’liq Ibnul Qayyim: (sebagai tambahan) atas perkataan Al-Mundziry: dan telah dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya dari hadits Abuz Zubair dari Jabir:
أنهم لما صلوا خلفه . قال : فلما سلم قال : إن كدتم آنفا أن تفعلوا فعل فارس والروم
Bahwasanya mereka ketika shalat dibelakang beliau, beliau berkata: setelah salam: Hampir saja kalian tadi melakukan perbuatan o0rang Persia dan Romawi”.
Bangsa Arab dahulu mengenal (perbuatan) ini, dia hanyalah merupakan perbuatan Bangsa Persia dan Romawi.
Ada perbedaan antara berdiri: untuk seseorang, ini dilarang. Dan berdiri atas seseorang yang menyerupai orang Persia dan Romawy. Dan berdoiri kepadanya ketika datangnya ynag merupakan kebiasaan Bangsa Arab. Hadits-hadits yang membolehkan, hanya baginya saja.
Hadits Al-Adabbas, dia kufy, majhul mengenaiberdirinya shahabat untuk mengagungkan beliau yang datang denbgan bertelekan pada tongkat. At-Thabary mengatakan: dha’if, mudtharib (goncang) sanadnya, ada orang yang tidak dikenal didalamnya. Dermikianlah (seperti yang terdapat) dalam Fathul Bary.
Kata Al-Mundziry: Ditakhrij oleh Ibnu Majah, dalam isnadnya ada Abu Ghalil, namanya adalah Hazur/Hazwar, ada yang bilang namanya Nafi’, ada yang bilang Sa’id bin Al-Hazur. Kata yahya bin Ma’in: Shalihul hadits.Terkadang kata beliau: laisa bihi ba’s. Kadang beliau bilang: Syu’bah meninggalkannya, dan Syu’bah mendhaifkannya, bahwasanya dia telah berubah akalnya. Musa bin Harun berkata: tsiqah.Kata Abu Hatim: laisa bilqawy. Kata Ibnu Hibban: Tidak bisa berhujjah dengannya kecuali jika sesuai dengan yang tsiqah. Ibnu Sa’d dalam Thabaqah: namanya Nafi’, dia da’if, mungkaruil hadits. Kata Nasa’;iy: dha’if. Kata Daruquthny: dia tidak dianggap, kadang dia katakan: tsiqah.
وقد أخرج مسلم في صحيحه من حديث أبي الزبير عن جابر أنهم لما صلوا خلفه قعودا قال فلما سلم قال إن كدتم آنفا تفعلون فعل فارس والروم يقومون على ملوكهم وهم قعود فلا تفعلوا . انتهى كلام المنذري .
Al-Mubarakfury, hadts: 2679:
ت: 2679: قوله : ( وفي الباب عن أبي أمامة ) أخرجه أبو داود وابن ماجه عنه قال : خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم متوكئا على عصا فقمنا له . فقال ” لا تقوموا كما يقوم الأعاجم يعظم بعضها بعضا ” .قوله : ( وهذا حديث حسن ) وأخرجه أحمد وأبو داود .
Ketahuilah bahwasanya telah berbeda penda[at para ahlul Ilmi dalam masalah berdirinya seseorang untuk orang lain ketiaka dia melihatnya, sebagian mereka seperti An- Nawawi dan lainnya, sedangkan sebagian mereka melarangnya, seperti Syekh Abu Abu Abdillah Ibnul Haj Al-Maliky dan lain-lain.
Berkata An-nawawy dalam Al-Adzkar: adapun masalah memuliakan orang yang (baru) datng dengan berdiri (kepadanya), maka yang (pendapat) kami pilih adalah mustahab (disunnahkan/disukai) bagi orang yang memiliki keutamaan yang jelas seperti keilmuan, keshalihan, kemuliaan, kekuasaan, dan sebagainya, dan berdiri seperti ini adalah sebagai bir (kebaktian), pemuliaan, penghormatan, bukan sebagai riya’ dan pengagungan.Dan atas (pendapat) inilah berlangsung terus amalan para salaf dan khalaf, dan aku telah mengumpulkan dalam masalah ini satu juz, dimana aku kumpulkan didalamnya hadits-hadits dan atsar-atsar serta perkataan para salaf serta perbuatan mereka yang menunjukkan seperti apa yang aku sebutkan. Aku seebutkan pula didalamnya apa (pendapat) yang menyelisihinya serta kujelaskan jawaban atasnya, sehingga barangsiapa yang masih musykil atasnya sesuatu serta ingin untulk mnelaahnya, maka aku berharap semoga akan hilang musykilahnya. Selesai (perkataan An-Nawawy).
Aku (Al-Mubarakfury) katakan: Ibnul Haj telah menukil Juz tersebut dalam kitab beliau “Al-Madkhal”, lalu beliau mengontari setiap apa yang dijadikan sebagai dalail oleh An-nawawy;
1. Diantara dalil yang paling kuat yang beliau berpegang dengannya adalah hadits Abu Saa’id, (diriwayatkan oleh) Syaikhain (Bikhary & Muslim):
أن أهل قريظة نزلوا على حكم سعد , فأرسل النبي صلى الله عليه وسلم إليه فجاء , فقال ” قوموا إلى سيدكم ” الحديث .
Artinya: ” Bahwasnya ahlu Quraizhah turun atas hukum Sa’d, maka Nabi mengutus kepadanya (seorang utusan), maka diapun menghadap beliau, beliau berkata: “Berdirilah kepada sayyid (pemimpin) kalian”.
Ibnul Haj telah membantahnya dengan beberapa jawaban, diantaranya; bahwasanya (ini merupakan) perintah untuk berdiri pada apa yang tidak terjadi perselisihan didalamnya, hanyalah agar mereka menurunkannya dari kendaraannya karena dia ditimpa suatu penyakit, sebagaimana teradapat (dijelaskan) dalam sebagian riwayat. Selesai.
Berkata Al-hafizh: Terdapat dalam Musnad Aisyah oleh Ahmad dari jalan Al-Qamah bin waqqash, dari dia (Aisyahdalam kisah peerangan (dengan) bani Quraizhah, dan kisah Sa’d bin Mu’adz serta kedatangannya secara panjang lebar, dida;lamnya berkata Abu sa’id: Tatkala dia muncul, Nabi berkata:قوموا إلى سيدكم فأنزلوه ” . وسنده حسن . “Berdirilah untuk sayyid (penghulu) kalian lalu turunkanlah dia“. Dan sanadnya hasan. Tambahan ini “takhdusyu” dalam beristidlal dengan kisah Sa’d mengenai disyari’atkannya berdiri yang diperselisihkan. Selesai.
2. Dalil lain yang An-Nawawy berpegang dengannya adalah hadits Ka’b bin Malik dalam kisah taubatnya, yang didalamnya terdapat (disebutkan):
فقام إلى طلحة بن عبيد الله يهرول , فصافحني وهنأني .
“Lalu diapun berdiri menuju Thalhah bin ‘Ubaidillah sambil berlalr-lari kecil, lalu diapun menjabat tanganku serta memberikan ucapan selamat untukku”.
Ibnul Haj menanggapinya (dengan mengatakan) bahwasanya Thalhah hanya berdiri untuk memberikan ucapan selamat serta menjabati tangannya saja. Seandainya berdirinya itu metrupakan tempat perbincangan niscaya dia tidak akan bersendirian dengannya (melakukannya). Tidak pernah dinukil bahwasanya Nabi berdiri untuknya dan tidak puka menyuruh untuk itu, serta tidak seorangpun diantara orang-orang yanghadir (melakukannya), Thalhah hanya melakukannya sendirian disebabkan karena kuatnya kecintaan diantara keduanya, sebagaimana yang biasa terjadi bahwasanya ucapan selamat, pemberian kabar gembira dan lain sebagainya terjadi sesuai dengan tingkat kecintaan dan keakraban, berbeda dengan salam, salam itu disyari’atkan (kepada siapa saja), baik itu kepada orang yang telah anda kenal maupun belum anda kenal.
3. Dan dalil yang lain yang dipeganmg ioleh An-Nawawy adalah hadits Aisyah, dimana dia berkata:
ما رأيت أحد كان أشبه سمتا ودلا وهديا برسول الله صلى الله عليه وسلم من فاطمة , كانت إذا دخلت عليه قام إليها فأخذ بيدها فقبلها وأجلسها في مجلسه , وكان إذا دخل عليها قامت إليه فأخذت بيده فقبلته وأجلسته في مجلسها . أخرجه أبو داود والترمذي والنسائي وغيرهم .
“Tidak pernah aku melihat seorangpun yang persis sama ciri-cirinya, penunjukkannya serta berpedoman kepada Nabi melebihi Fathimah. Dia jika masuk (menemui Rasulullah), maka beliaupun berdiri untuknya, menyambut tangannya serta mendudukkannya dimajlisnya (tempat duduknya). dan sebaliknya beliau, jika masuk (menemui Fathimah), diapun berdiri lalu menyambut tangan beliau, mencium beliau, serta mendudukkannya di tempat duduknya”. Dikeluarkan oleh Abu Dawud, Tirmidzy, Nasa-iy. Dan lainnya.
Ibnul haj menjawabnya dengan (menyebutkan) kemungkinan bahwasanya berdirinya beliau kepada (Fathima) disebabkab karena untuk mendudukkannya ditempat duduk beliau, sebagai penghormatan baginya, bukan merupakan berdiri yang diperdebatkan, terutama jika diketahui mengenai sempitnya rumah-rumah mereka serta sedikitnya kasur (alas duduk) didalamnya, sehingga keinginan mendudukkan (Fathimah) ditempat beliau mengharuskan beliau berdiri.
4. Dan dalial lain yang dipegang oelh An-Nawawy adalah (riwayat) yang ditakhrij oleh Abu Dawud dari ‘Amru Ibnul Harits;
عن عمرو بن الحارث أن عمر بن السائب حدثه أنه بلغه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان جالسا يوما فأقبل أبوه من الرضاعة فوضع له بعض ثوبه فقعد عليه , ثم أقبلت أم فوضع لها شق ثوبه من جانبه الآخر فجلست عليه , ثم أقبل أخوه من الرضاعة فقام رسول الله صلى الله عليه وسلم فأجلسه بين يديه .
Bahwasanya Uma Ibnus Sa-ib menceritakan kepadanya, bahwasanya telah sampai kepadanya bahwa Rasulullah sedang duduk pada suatu hari, maka datangklah ayah susuan beliau, lalu belai meletakkan kepadanya sebagian dari bajunya sehingga dia duduk diatasnya, kemuadian menghadaplah seorang Ibu, lalu beliau meletakkan kepadanya secarik baju belaiu pada sisi yang klain, maka diapun duduk diatasnya, kemuadian datang lagi saudara sesusuan beliau, maka rasululah bangkit (berdiri) lalu mendudukkannya dihadapannya.
Ibnul Haj menjawabnya dengan mengatakan: Bahwasanya berdiri ini kalau dia memang diperdebatkan, niscaya kedua orang tua lebih pantas (untuk mendapatkan)nya dibanding (saudara sesusuan)nya, beliau berdiri kepada saudara (Sesusuanya)nya itu hanyalah untuk meluaskan mantel atau tempat duduk baginya.
Aku (AlMubarakfury) katakan: Hadirs ini “mu’dhal”
5. An-nawawy juga berpegang dengan riwayat yang lain, tapi telah dibantah oleh Ibnul Haj bahwasanya riwayat tersebut bukan pada tempat yang diperselisihkan. Dan masalah ini seperti apa yang dikatakan oleh Ibnul Haj, sedangkan An-Nawawy menjawab terhadap hadits-hadits mengenai makruhnya berdiriseorang kepada orang lain, dengan jawaban yang tidak menyembuhkan orang yang sakit, tidak pula mengenyangkan orang yang sedang haus, sebagaimana yang yang telah dijelaskan oleh Ibnul Haj secara rinci.
Kata Al Mubarakfuiry: Aku katakan: Hadits Anas tersebut, menunjukkan makruhnya berdiri yang diperbincangkan, yakni berdirinya seseorang untuk orang lain ketika dia melihatnya, sedngakan zhahir dari hadits Aisyah menunjukkan kebolehannya. Sedangkan jawaban Ibnul Haj mengenai hadits ini tidak jelas serta dikhilafkan mengenai bentuk penggabungan antara keduanya; ada yang nmengatakan: Hadit Anas dibawa kepada (hukum) makruh tanzih. Ada yang mengatakan: dibawa kepada (hukum) berdiri untuk menta’zhim (pengagungan), sedangkan hadits Aisyah (dibawa) kepada (hukum) berdiri sebagai kebaktian serta pemuliaan/penghormatan. Ada lagi yang mengatakan lain.Adapun berdriinya seorang untuk menurunkan orang sakit dari kendaraannya, atau orang yang datang dari safar atau untuk memberikan ucapan selamat kepada orang yang (sedang) mendapatkan nikmat, atau untuk melapangkan majlis (tempat duduk),mmaka (semua itu) adalah disepakati (oleh ulama) tentang kebolehannya.
Al-’Ainy megatakan dalamSyarh Bukhary dari Abul Walid bin Rusyd; bahwasaanya berdiri itu ada empat macam:
- Mahzhur (dilarang, haram), yaittu bagi orang yang suka adad orang lain yang berdiri untuknya, dengan sikap sombong serta merasa agung terhadap oranmg yang berdiri kepadanya.
- Makruh, yakni bagi orang yang tidak sombong dan tidak merasa besar diri terhadap oarang yang berdiri, hanya saja dikhawatirkan dengan sebab itu akan masuk kedalam dirinya apa yang ditakutkan, dan hal ini juga merupakan tasyabbuh dengan orang-orang bengis.
- Edibolehkan, (jiika dilakukan) sebagai kebaktian dan penghargaan bagi orang yang tidak mengingnkannya serta aman dari bertasyabbuh dengan orang-oarng bengis.
- Sunnah, yakni berdirinya (seseorang) untuk orang yang (baru datang) dari safar, sebagai (luapan) rasa gembira dengan kedatangannya untuk menyalaminya, atau kepada orang yang (baru sedang) mendapatkan nikmat, untuk dibeikan ucapan selamat atas apa yang d ia peroleh, atau kepada orang yang ditimpa mushibah, untuk diperkokoh hatinya (daklam menghadapi mushibahnya). Selesai.
- Berkata Al-Ghazaly: Berdiri sebagai pengagungan itu makruh (hukumnya), sedcangkan berdiri sebagai kebaktian dan penghargaan, maka tidak dimakruhkan. Berkata Al-Hafizh dalam Al-Fath: Ini merupakan perincian yang bagus. (Tuhfatul Ahwadzy, syarah haduits ke: 2679).
جه: 3826:عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُتَّكِئٌ عَلَى عَصًا فَلَمَّا رَأَيْنَاهُ قُمْنَا فَقَالَ لَا تَفْعَلُوا كَمَا يَفْعَلُ أَهْلُ فَارِسَ بِعُظَمَائِهَا قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ دَعَوْتَ اللَّهَ لَنَا قَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَارْضَ عَنَّا وَتَقَبَّلْ مِنَّا وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَنَجِّنَا مِنْ النَّارِ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ قَالَ فَكَأَنَّمَا أَحْبَبْنَا أَنْ يَزِيدَنَا فَقَالَ أَوَلَيْسَ قَدْ جَمَعْتُ لَكُمْ الْأَمْرَ.
Artinya: dari Abu Umamah Al-Bahily berkata: (pernah) Rasuklullah keluar (menemui) kami sambil bertelekan pada tongkatnya, ketika kami melihatnya kamipun berdiri. Maka beliau berkata: “jangan kalian lakukan itu sebagaimana ynag dilakukan oleh orang-orang Persia terhadap pembesar-pembesar mereka”. (HR. Ibnu Majah: 3826).
Berkata As-sanady: Sabda beliau: ” jangan kalian lakukan itu sebagaimana ynag dilakukan oleh orang-orang Persia terhadap pembesar-pembesar mereka “. menunjukkan dimakruhkannya berdiri bagi orang yang masuk.
Dari keterangan para ulama kita sesuai dengan dalil- dalil yang tegas,menunjukkan bahwa Nabi sendiri tidak suka kalau ada orang yang berdiri untuk mengagungkan beliau, hal ini terjadi ketika beliau masih hidup, maka apalagi saat sekarang ini, dimana berdiri dilakukan hanya sekedar untuk mengagungkan ruh beliau yang menurut mereka sedang hadir dimajelis mereka waktu itu. Ini merupakan perbuatan orang-orang yang kurang akalnya, sebab mereka telah melakukan dua kemungkaran;
Yang pertama: apa yang mereka lakukan berupa membaca Kitab Al-Barzanjy, yang bukan merupakan Kalamullah, bukan pula sabda Nabi, bahkan merupakan suatu bidah yang mungkar yang tidak pernah ada dizaman Nabi, dizaman para sahahabat, Tabi’in dan atba’ut tabi’in.
Yang kedua: Berdirinya mereka sebagai pengagungan, yang mana Nabi sendri tidak menyukainya. Wal-’iyaadzu billah wahual musta’an. Wallahu a’lam.
*****